Di dalam Islam, pernikahan adalah bagian dari syariat Allah SWT. dan Sunnatullah, yaitu guna menjaga keturunan dan keselamatan kehidupan umat muslim. Di sisi lain, pernikahan juga dinilai sebagai aspek kemanusiaan yang peduli dengan naluri manusia, mewujudkan ketentraman hidup, memupuk rasa kasih dan sayang kepada lain jenis. Dari pernikahan tersebut maka terbentuklah keluarga.
Keluarga dalam Islam memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Keluarga terbentuk dari pasangan suami istri dan anak-anak. Hubungan antara anggota keluarga ini telah diatur sedemikian rupa dalam syariat Islam yang dikenal dengan istilah al-aḥ wāl al-syakhsyiyyah. Setiap anggota keluarga tersebut memiliki hak dan kewajiban di mana mereka diperintahkan untuk mampu menjalankannya secara adil dan seimbang.
Allah Ta’ala menegaskan bahwa kedudukan dan posisi suami dan istri dalam kehidupan keluarga harus saling dekat, melengkapi, menghargai dan menjaga. Guna menegakkan pondasi kehidupan keluarga ini Islam telah menggariskan beberapa aturan yang harus dilaksanakan oleh pasangan suami istri sehingga bisa menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis dan ideal. Di antaranya pergaulan antara suami istri haruslah yang baik dan terpuji.
SIKAP ISTERI KEPADA SUAMI
1. Meminta Ridlo Kepada Suami
Sikap seorang isteri kepada suami akan sangat berpengaruh kepada kualitas kebaikan si isteri di mata Allah Ta’ala. Bisa saja seorang isteri terjerumus ke neraka atau bahkan diberikan anugerah surga dapat disebabkan karena sikapnya terhadap suaminya, apakah ia taat sehingga mendapatkan ridlanya atau durhaka sehingga mendapatkan murkanya.
Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Berkata kepada kami Yazid bin Harun, ia berkata: memberitahukan kepada kami Yahya bin Sa‟id dari Bushayr bin Yasar dari Al -Husayn bin Mihsan bahwa bibinya datang kepada Nabi ṣallāhu ʻalayhi wa
Hadits Riwayat Ahmad dan Nasa’i
sallama untuk suatu keperluan dan ketika ia sudah menyelesaikan urusannya Nabi ṣallāhu ʻalayhi wa sallama berkata kepadanya: “Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Husayn menjawab: “Sudah.” Nabi ṣallāhu ʻalayhi wa sallama berkata: “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Nabi ṣallāhu ʻalayhi wa sallama bersabda, “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.”
Perintah Rasulullah SAW di atas merupakan dorongan kepada seorang istri agar senantiasa berusaha melakukan sesuatu yang bisa mendatangkan keridlaan suaminya, dan menjauhi segala sesuatu yang dapat mendatangkan kemurkaan suaminya, karena hal tersebutlah yang akan mengantarkan seorang istri memperoleh keberuntungan berupa surga. Tentu semuanya dalam bingkai keimanan kepada Allah Ta’ala, ridlo dari suami tentu dalam konteks suami dalam kondisi beriman dan tidak bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Taat kepada Suami
Pentingnya ketaatan seorang istri kepada suaminya dapat digambarkan seperti dialog tanya jawab antara Asma binti Yazid al-Anṣhariyah dengan Rasulullah SAW sebagai berikut:
“Bahwa dia (Asma‟ binti Yazid) mendatangi Nabi ṣallāhu ʻalayhi wa
Hadits Riwayat Ath Thabrani
sallama, sementara beliau sedang duduk di antara para sahabatnya.
Asma‟ berkata, “Aku korbankan bapak dan ibuku demi dirimu ya
Rasulullah. Saya adalah utusan para wanita di belakangku
kepadamu.Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki
dan wanita, maka mereka beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu.
Kami para wanita selalu dalam keterbatasan, sebagai penjaga rumah,
tempat menyalurkan hasrat dan mengandung anak-anak kalian,
sementara kalian – kaum laki-laki – mengungguli kami dengan shalat
Jum‟at, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah,
berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama dari itu
adalah jihad fī sabīlillāh. Jika lah seorang dari kalian pergi haji atau umrah atau jihad maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang
menenun pakaian kalian yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah
kami menikmati pahala dan kebaikan ini sama seperti kalian ”? Nabi
memandang para sahabat dengan seluruh wajahnya.Kemudian beliau
bersabda, “Apakah kalian pernah mendengar ucapan seorang wanita
yang lebih baik pertanyaannya tentang urusan agamanya daripada
wanita ini?” mereka menjawab, “Ya Rasulullah, kami tidak pernah
menyangka ada wanita yang bisa bertanya seperti dia.”Nabi menengok
kepadanya dan bersabda, “Pahamilah wahai ibu. Dan beritahu para
wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya
untuk memperoleh ridhanya dan kepatuhannya terhadap keinginannya
menyamai semua itu.”Wanita itu pun berlalu dengan wajah berseri-seri.”
Begitu pula istri yang taat pada suami, enak dipandang dan tidak membangkang yang membuat suami benci, itulah sebaik-baik wanita. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits:
“Berkata kepada kami Yahya dari Ibn „Ajlan dari Sa‟id dari Abu
Hadits Riwayat Ahmad
Hurayrah raḍiyallāhu ʻanhu bahwa Rasulullah ṣallāhu ʻalayhi wa
sallama ditanya, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau,
“Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati
suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan
hartanya sehingga membuat suami benci.”
Namun perlu kita pahami bahwa ketaatan istri pada suami tidaklah mutlak. Jika istri diperintah suami untuk tidak berjilbab, berdandan menor di hadapan pria lain, meninggalkan shalat lima waktu, atau bersetubuh di saat haid, maka perintah dalam maksiat semacam ini tidak boleh ditaati. Sekali lagi ketaatan isteri mutlak ketika apa yang diperintahkan oleh sang suami adalah suatu perbuatan yang merupakan bentuk perintah dan ketaatan dari Allah Ta’ala dan Rasulullah SAW.
3. Mendapatkan Ijin Suami
Perintah tentang wajibnya istri meminta izin pada suami salah satunya ada pada sabda Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits:
“Berkata kepada kami Abu al-Yamāni: Memberitahu kepada kami
Hadits Riwayat Bukhari
Syu‟ayb: Berkata kepada kami Abu al-Zinād dari al-A’raj dari Abu
Hurayrah raḍ iyallāhu ʻ anhu bahwa Rasulullah ṣallāhu ʻalayhi wa
sallama bersabda: “Tidak halal bagi seorang isteri untuk berpuasa
(sunah), sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya. Dan ia
tidak boleh mengizinkan orang lain masuk rumah suami tanpa ijin
darinya. Dan jika ia menafkahkan sesuatu tanpa ada perintah dari
suami, maka suami mendapat setengah pahalanya.”
Hadis lain yang menegaskan pentingnya izin suami adalah sebagai berikut:
“Berkata kepada kami Abu Dawud ia berkata: Berkata kepada kami
Hadits Riwayat Abu Dawud
Jarir dari Layts dari Atha‟ dari Ibn „Umar dari Nabi ṣllāhu
ʻ alayhi wa sallama bahwa seorang perempuan datang kepadanya
kemudian berkata: “Apa hak suami atas istrinya?” Nabi ṣ allāhu
ʻ alayhi wa sallama menjawab: “Hak suami terhadap isterinya
adalah isteri tidak menghalangi permintaan suaminya sekalipun
ketika ia masih berada di atas punggung unta. Dia tidak boleh
memberi infaq kecuali dengan izin suaminya, jika ia melakukannya
maka pahalanya terhadap suaminya dan dosanya untuk dirinya
sendiri. Dan ia tidak boleh berpusasa sunah kecuali dengan izinnya,
jika ia melakukannya maka ia berdosa dan tidak mendapat pahala. Dia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya.
Jika dia berbuat demikian, maka para malaikat akan melaknatinya
begitu pula para malaikat pemarah dan rahmah memarahinya sampai
ia bertaubat atau kembali. Nabi ṣ allāhu ʻ alayhi wa sallama ditanya,
“Sekalipun suaminya itu adalah orang yang zalim?” Nabi ṣallāhu
ʻalayhi wa sallama menjawab, “Iya meskipun suaminya itu orang
yang zalim.”
Secara tersurat hadis ini melarang istri untuk mengerjakan ibadah tathawu‟ tanpa seizin suaminya. Tegasnya suami mempunyai wewenang untuk memberi atau tidak memberi izin istrinya. Namun bukan berarti suami boleh bertindak sewenang-wenang pada istrinya, karena suami juga diperintah memperlakukan istrinya secara ma’ruf sebagaimana firman Allah:
Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksadan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.
Q.S. An Nisa ayat 19
4. Bersujud pada Suami
Tatkala sahabat Muadz datang dari Syam maka ia bersujud kepada Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi Wa Sallam, maka Nabi berkata: “apa ini wahai Muadz?” Muadz menjawab: “aku mendatangi Syam,
kemudian aku mendapati mereka sujud kepada uskup-uskup dan para pendeta mereka, maka terbesit dalam hatiku melakukan hal itu terhadap Engkau.” Kemudian Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wa Sallam bersabda: janganlah kalian melakukan hal itu sesungguhnya jika aku memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada selain Allah tentu aku akan perintahkan perempuan untuk bersujud kepada suaminya, demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya wanita itu tidak akan menunaikan hak Tuhannya sampai ia
menunaikan hak suaminya, dan seandainya ia (suami) meminta dirinya untuk melayaninya sedangkan ia (istri) sedang memasak maka dia tidak boleh menolaknya.
“Berkata kepada kami Mahmud bin Ghaylan ia berkata: Berkata
Hadits Riwayat At Tirmidzi
kepada kami Al-Nadr bin Shumayl ia berkata: Memberitahukan kepada
kami Muhammad bin „Amru dari Abi Salamah dari Abu Hurayrah dari
Nabi SAW beliau bersabda: “Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan memerintah para wanita untuk sujud pada suaminya.”
Nabi tidak pernah memerintahkan kepada seseorang untuk bersujud kepada orang lain. Jadi makna sujud disini bukanlah bermaksud perintah, melainkan hanya sekedar perumpamaan atau pengandaian yang sekaligus mengindikasikan betapa besarnya kewajiban isteri dalam menunaikan hak suaminya.
Perintah sujud pada suami yang disebutkan dalam hadis di atas mengandung maksud bahwa wajib bagi seorang istri mempunyai ketaatan yang sangat tinggi kepada suami sebab syari‟at menetapkan seorang suami memiliki hak yang sangat besar terhadap istrinya dan sulit ditegakkan olehnya dan sujud kepada selain Allah tidaklah diperbolehkan.
Semoga kiranya kita memperoleh rahmat, hidayat serta kekuatan untuk dapat mempersiapkan diri secara maksimal, dalam menjalankan tugas dari Allah baik sebagai suami yang merupakan qowwam bagi para istri ataupun sebagai istri yang menjadi ratu di dalam keluarga-keluarga muslim, amin, amin ya Rabbal ‘alamin.