
Pengertian Perselingkuhan
Selingkuh, secara etimologi diartikan sebagai perbuatan dan perilaku suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri, tidak berterus terang, tidak jujur, dan curang (KBBI, 2002). Menurut Blow dan Hartnett, perselingkuhan secara terminologi adalah kegiatan seksual atau emosional. Yang dilakukan oleh salah satu atau kedua individu terikat dalam hubungan berkomitmen. Selingkuh dianggap perbuatan melanggar kepercayaan atau norma-norma (terlihat maupun tidak terlihat) berhubungan dengan eksklusivitas emosional atau seksual.
Pada prinsipnya, setiap orang menghendaki kehidupan normal dan dapat diterima dalam kehidupan sosial. Manusia secara kodrati mengikuti aturan-aturan kehidupan masyarakat, termasuk aturan dalam kehidupan berkeluarga, namun lingkungan pergaulan, jabatan, status sosial, dan pengalaman dapat mengubah seseorang. Demikian pula dalam kehidupan perkawinan, situasi semula demikian harmonis dapat berubah menjadi konflik dan pertengkaran ketika suami melakukan perbuatan perselingkuhan.
Kenyataan ini terkadang sulit diatasi, bahkan tidak sedikit rumah tangga berakhir dengan perceraian. Perselingkuhan merupakan peristiwa menyakitkan bagi semua pihak, tidak hanya istri dan anak menjadi korban atau efek dari perselingkuhan, namun masyarakat pun mengecam perbuatan perselingkuhan.
Perselingkuhan suami adalah suatu perbuatan suami yang tidak jujur atau bohong kepada diri sendiri dan atau pihak lain. Si suami secara sembunyi-sembunyi melakukan hubungan dengan wanita lain sehingga
kehidupannya berada dalam suasana yang tidak tenang. Karakteristik perselingkuhan adalah hubungan yang bersifat rahasia. Seseorang merasa rahasianya terancam maka cenderung bertindak untuk mempertahankan diri, misalnya mengatakan bahwa pertanyaan pasangannya bukan suatu bentuk
pertanyaan tetapi bentuk interogasi. Pelaku selingkuh mengatakan bahwa pasangannya menyinggung perasaannya dengan pertanyaan tertentu, passangannya kemudian mencoba tutup mulut. Pelaku perselingkuhan untuk sementara waktu berhasil menghindari ancaman pengungkapan.
Pelaku selingkuh menjadi tambah waspada dengan ancaman yang mungkin timbul, pelaku kemudian menyusun sejumlah rencana baru untuk membohongi pasangannya. Pelaku selingkuh menyusun strategi ini bersama dengan pasangan perselingkuhannya, dan dilakukan secara rahasia pula. Kerahasiaan sebagai hal yang memperkuat perilaku perselingkuhan, dan sikap membangun kerahasiaan memperkuat sikap untuk melanjutkan perselingkuhan.
Faktor-Faktor Terjadinya Perselingkuhan
1. Kebutuhan yang Tidak Terpenuhi
Menurut pendapat Surya (2009) perilaku selingkuh dapat dikategorikan sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri yaitu upaya mempertahankan keseimbangan diri dalam menghadapi tantangan kebutuhan diri. Kebutuhan-kebutuhan yang tidak tercapai dalam keluarga akan dicapai pemenuhannya secara semu dengan cara berselingkuh. Dengan berselingkuh seolah-olah masalah yang dihadapi akan terselesaikan sehingga memberikan keseimbangan untuk sementara waktu, namun, karena cara itu merupakan cara yang semu dan tidak tepat, maka yang terjadi adalah timbulnya masalah baru yang menuntut untuk pemecahan lagi.
2. Lemahnya Kualitas Keagamaan
Selain itu, menurut Surya perselingkuhan pada umumnya banyak terjadi pada anggota keluarga yang kurang memiliki kualitas keagamaan yang mantap, lemahnya dasar cinta, komunikasi kurang lancar dan harmonis, sikap egois dari masing-masing, emosi kurang stabil, dan kurang mampu membuat penyesuaian diri. Di samping itu faktor lingkungan yang kurang kondusif dapat berpengaruh terhadap timbulnya perilaku selingkuh. Misalnya anak yang dibesarkan dalam situasi selingkuh cenderung akan menjadi pribadi kurang matang dan pada gilirannya cenderung akan menjadi manusia selingkuh. Dari sudut pendidikan anak, kondisi perselingkuhan merupakan lingkungan tidak menguntungkan bagi perkembangan anak. Dalam situasi demikian, sulit bagi anak untuk mendapatkan sumber-sumber keteladanan dan pegangan hidup.
3. Adanya Peluang dan Kesempatan
Menurut Gifari (2012) faktor-faktor terjadinya perselingkuhan antara lain karena adanya peluang dan kesempatan. Bekerja di sebuah kantor ternama dengan posisi menjanjikan, ditemani sekretaris cantik dan seksi yang kesehariannya berpakaian mini dan ketat adalah peluang yang paling sering menjerumuskan seorang bos pada perselingkuhan. Pertemuan berlangsung terus menerus mengakibatkan hubungan pun begitu inten. Sekretaris umumnya mendampingi bos baik di kantor maupun di luar kantor, kadang terjebak pada rutinitas yang semakin membawanya pada rutinitas pelecehan seks dan berujung pada perselingkuhan.
4. Konflik Hubungan Suami-Istri
Konflik dengan suami-istri menyebabkan hubungan kurang harmonis dengan istri menjadi alasan paling sering diungkapkan pihak laki-laki untuk mencari kesenangan di luar. Apalagi jika konflik rumah tangga itu berakhir dengan pertengkaran hebat, akan sulit untuk mendamaikannya. Sementara kebutuhan seks datang tak terduga. Lambat-laun muncul hasrat untuk melampiaskannya di luar. Dalam masyarakat modern umumnya rumah tangga dibangun atas dasar gengsi baik karena alasan keluarga ningrat atau sebagai kaum the have. Mereka pandai menutup-nutupi borok yang terjadi di rumah tangganya, namun masing-masing pasangan mencari pelampiasan nafsunya di hotel-hotel atau berkumpul bersama teman selingkuhnya.
5. Hubungan seksual tidak terpuaskan.
Para psikiater mengakui, banyak gangguan-gangguan mental dan syaraf bermula dari problema seksual. Gangguan-gangguan seksual juga bisa menimbulkan berbagai macam penyakit psikosomatik, berujung pada gangguan kesehatan fisik. Sehingga kesehatan emosional bergantung kepada suatu pengelolaan yang bijaksana dari aspek seksual.
6. Kelainan Seksual
Penyebab berikutnya adalah abnormalitas atau animalistis seks. Saat ini menjamur video-video porno, dan bisa didapatkan dengan harga relatif murah. Banyak suami sembunyi-sembunyi menonton tanpa sepengetahuan istri. Dia akhirnya mendapat informasi cara hubungan seks ala Barat serba vulgar dan cenderung tidak manusiawi (animalistis). Dia berharap dapat mengajak istri melakukannya seperti dilihatnya tadi, namun apa yang terjadi, banyak istri yang lugu kaget dengan keinginan suaminya itu. Tak sedikit yang berontak karena merasa tidak etis, suami sudah dirasuki seks ala binatang itu, akhirnya harus kecewa berat dan mencari pelampiasan di luar. Hal ini di antara salah satu abnormalitas seks berakibat ketidakcocokan di tempat tidur. Ada juga kasus, ketika sang suami merasa tidak puas berhubungan seks selang sehari. la memintanya hampir sehari tiga kali. Kasus ini juga mungkin disebabkan praktek-praktek seks yang sebelumnya dipanasi oleh tontonan kurang beradab itu.
7. Lemah Aspek Iman kepada Allah Ta’ala.
Kosongnya iman adalah penyebab dari semua perilaku buruk. Begitu pula badai rumah tangga, merupakan bukti keroposnya bangunan iman. Iman akan menjamin seseorang tetap di jalur kebenaran karena orang beriman merasa segala tingkah lakunya diperhatikan Allah SWT. maka tidak mungkin seseorang beriman melakukan perselingkuhan (perzinaan) atau berbuat yang mendekatkan diri pada perzinaan.
8. Hilangnya Rasa Malu.
Malu sebagian dari iman. Iman dan rasa malu seperti gula dengan manisnya atau garam dengan asinnya, yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Sekalipun pembahasan iman di atas dinilai cukup, namun untuk lebih lengkap, rasa malu pun perlu dibahas lebih rinci .
Dampak Perselingkuhan
Setiap perbuatan membawa dampak atau akibat tertentu. Perselingkuhan membawa sejumlah akibat tertentu baik kepada pasangan pelaku perselingkuhan maupun kepada pelaku perselingkuhan itu sendiri.
Akibat terbesar biasanya dialami oleh pasangan pelaku perselingkuhan. Dalam sejumlah kasus, pelaku perselingkuhan itu sendiri juga merasakan dampak negatifnya secara pribadi sebagai hasil dari perselingkuhannya.
Pasangan pelaku perselingkuhan sering kali merasakan luka yang sangat mendalam karena merasa dikhianati, ditinggalkan, atau dicampakkan oleh pasangannya yang melakukan perselingkuhan. Sakit hati yang dirasakan ini muncul akibat adanya cedera yang dialami pada kesatuan lembaga perkawinannya atau pada kesatuan hubungan interpersonal yang selama ini diyakininya sebagai selubung rasa aman di dalam kehidupannya. Sebaliknya, sejumlah pelaku perselingkuhan merasakan dampak negatif dari perbuatan sebagai akibat dari: gugahan kesadaran moral (moral conscience) yang telah lama terbentuk di dalam dirinya, atau imbas fisik, sosial maupun pikologis yang dialami dalam kehidupannya.
Biasanya, pelaku perselingkuhan akan merasa bersalah pada saat atau segera setelah terjadinya perselingkuhan. Apabila hal tersebut terjadi pada saat berlangsungnya perselingkuhan, pada umumnya akan timbul konflik internal pada diri individu bersangkutan. Adapun jika gugahan tersebut muncul segera sesudah terjadinya perselingkuhan biasanya akan muncul perasaan bersalah (guilty).
Imbas fisik, sosial, dan psikologis juga adakalanya dialami oleh pelaku perselingkuhan. Gangguan kesehatan berkaitan dengan masalah medis mungkin saja muncul sebagai akibat perilaku perselingkuhan.
Beberapa kalangan masyarakat sosial tertentu, perselingkuhan merupakan hal dianggap pencemaran nama baik. Sehingga lingkungan sosial menjatuhkan putusan untuk mendeskreditkan pelaku perselingkuhan. Akibatnya pelaku merasa tersisih dari lingkungan sosial masyarakatnya dengan membawa aib.
Dampak psikologis selanjutnya adalah munculnya rasa malu. Perasaan malu dan tersisih tidak jarang membawa seseorang kepada kondisi depresi yang berkepanjangan, dan upaya untuk mengatasinya terarah pada upaya: pertama, melarikan diri, kedua, rasionalisasi, atau ketiga, menerima keadaan.
Upaya melarikan diri memiliki rentang yang luas, mulai dari menghindari pertemuan dengan lingkungan sosial masyarakatnya sampai pada melakukan tindakan bunuh diri.
Dampak lain dari perselingkuhan adalah muncul perasaan kecewa yang dialami oleh pasangan pelaku perselingkuhan, dan pada dasarnya bersumber dari ketidakselarasan harapan dan kenyataan. Berbagai harapan atau “mimpi indah” perjalanan perkawinan mendadak dihadapkan pada kenyataan yang sama sekali tidak diharapkan . Kekecewaan terbesar biasanya dialami oleh seorang istri yang suaminya berselingkuh adalah kekecewaan atas pemilihan pasangan hidupnya.
Marah, rasa tidak percaya bahwa pasangannya berselingkuh menimbulkan rasa kecewa yang besar. Rasa kecewa yang besar selanjutnya mengalami eskalasi sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan merasa tidak mampu lagi mengatasinya. Ia merasa frustrasi dan rasa frustrasi atas ketidakberdayaan yakni menimbulkan amarah di dalam dirinya. Kemarahan individu tersebut diarahkan pada berbagai pihak.
Pertama, marah kepada pasangannya yang telah ingkarj anji. Kedua, marah kepada pihak ketiga sebagai pelaksana terjadinya perselingkuhan. Ketiga, marah kepada lingkungan sosial yang dianggapnya memberikan dukungan terlaksananya perselingkuhan. Keempat, bahkan tidak jarang pula marah
kepada semesta alam, kepada Yang Maha Kuasa, karena ia menganggap telah ditimpakan beban yang demikian berat untuk ditanggungnya. Kelima, marah kepada diri sendiri, karena ia kemudian menilai dirinya sebagai individu yang telah gagal membina kelangsungan perkawinan.
Di samping rasa kecewa dan marah, pasangan pelaku perselingkuhan mengalami rasa sakit hati yang cukup mendalam: pertama, merasa dirinya tidak lagi dibutuhkan, kedua, kedudukannya digantikan oleh orang lain, ketiga, tidak lagi dihargai statusnya sebagai pasangan perkawinan, keempat, hak-
haknya dialihkan kepada orang lain bahkan dirampas oleh orang lain.
Oleh karena itu wahai para suami dan para istri mari kita bina keluarga kita. Membina rumah tangga dengan pasangan kita masing-masing dengan mengedepankan sebuah visi dan misi Rabbaniyah. Bahwa pernikahan adalah ladang kita dalam beribadah meraih cinta dan ridlo dari Allah Ta’ala. Dengan landasan ini kita semua berupaya meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah Ta’ala. Sehingga dengan demikian seluruh fase hidup dalam pernikahan dapat berbuah pahala dan berbuah ridlo dari Allah Ta’ala. Semoga keluarga kita semua dijauhkan dari permasalahan terkait perselingkuhan.